Super Kawaii Cute Cat Kaoani

Minggu, 20 April 2014

Pandangan Mead & Goffman tentang Self



Menurut Mead, tubuh bukanlah diri dan baru menjadi diri ketika pikiran telah berkembang. Sementara disisi lain bersama refleksivitasnya, diri adalah sesuatu yang mendasar bagi perkembangan pikiran. Tentu saja mustahil memisahkan pikiran dari diri, karena diri adalah proses mental. Namun, meskipun kita bisa saja menganggapnya sebagai proses mental, diri adalah proses sosial. Mekanisme umum perkembangan diri adalah refleksivitas atau kemampuan untuk meletakkan diri kita secara bawah sadar ditempat orang lain serta bertindak sebagaimana mereka bertindak. Akibatnya, orang mampu menelaah dirinya sendiri sebagaimana orang lain menelaah dia.

gambar 1. George Herbert Mead

                                                
Tahap-Tahap Sosialisasi Menurut George Herbert Mead

Persiapan (prepatory stage)
Tahap persiapan merupakan tahap awal dalam sosialisasi yang dilakukan oleh manusia. Pada tahap ini dimulai sejak manusia lahir di dunia. Sejak saat itulah seseorang sudah memiliki persiapan untuk melakukan tindakan sesuai dengan lingkungan. Anak-anak mengembangkan keterampilan dalam berkomunikasi melalui simbol-simbol dan pengambilan peran. Contohnya : kata “mam” untuk mengatakan makan.

Tahap meniru (play stage)
Pada tahap ini anak mulai mampu meniru secara sempurna. Tahap meniru ini juga disebut tahap bermain. Pada tahap ini anak mengenal “significant other” yaitu orang di sekitar yang dianggap penting bagi pertumbuhan dan pembentukan diri, misal : ayah, ibu, kakak, pengasuh, kakek, nenek. Contoh: seorang anak kecil selalu meniru apa yang dikerjakan ibunya dan menerima apa yang sudah dilihatnya.

Tahap siap bertindak (game stage)
Pada tahap ini peniruan yang dilakukan seseorang mulai berkurang digantikan oleh peranan yang secara langsung dimainkan sendiri dengan penuh kesadaran. Pada tahap ini kemampuan menempatkan dirinya pada posisi orang lain mulai meningkat sehingga memungkinkan adanya kemampuan bermain secara beregu. Peraturan-peraturan yang berlaku di luar keluarga secara bertahap mulai dipahami. Teman sebaya sangat berpengaruh pada game stage, karena dengan teman sebaya seseorang mulai mengenal dan berinteraksi dengan dunia di luar keluarga. Tahapan ini anak mengetahui peran yang harus dijalankannya dan peran yang dijalankan orang lain. Contoh Dalam bermain sepak bola, ia menyadari peranannya sebagai wasit, kipper.

Tahap penerimaan norma kolektif (generalized other)
Pada tahap ini seseorang disebut sebagai manusia dewasa. Dia bukan hanya dapat menempatkan dirinya pada posisi orang lain, tetapi juga dapat bertenggang rasa dengan masyarakat secara luas. Seseorang telah menyadari pentingnya peraturan-peraturan sehingga kemampuan bekerja sama menjadi mantap. Dalam tahap ini, manusia telah menjadi warga masyarakat dalam arti sepenuhnya. Dan mampu mempertimbangkan sikap, pandangan, dan harapan masyarakat atas apa yang dilakukannya.

Menurut George Herbert Mead, ketika manusia lahir ia belum mempunyai diri (self). Diri manusia berkembang tahap demi tahap melalui interkasi dengan anggota masyaakat lain. Setiap anggota baru dalam masyarakat harus mempelajari peran-peran yang ada dalam masyarakat, yang disebut dengan Role Taking (Pengambilan Peran).

gambar 2. Erving Goffman


Erving Goffman The Presentation of self in everyday life (1955), merupakan pandangan Goffman yang menjelaskan mengenai proses dan makna dari apa yang disebut sebagai interaksi (antar manusia). Dengan mengambil konsep mengenai kesadaran diri dan The Self Mead, Goffman kembali memunculkan teori peran sebagai dasar teori Dramaturgi. Goffman mengambil pengandaian kehidupan individu sebagai panggung sandiwara, lengkap dengan setting panggung dan akting yang dilakukan oleh individu sebagai aktor “kehidupan.” Pandangan Goffman biasa disebut orang-orang yang bersandiwara dalam beraksi.


Ø  Impression Management : Individu belajar untuk menonjolkan prestasi untuk membuat penampilan yang unik demi memuaskan penonton  tertentu.

Ø  Face Work : Dibutuhkan untuk mempertahankan citra diri untuk menjalani interaksi sosial.

Contoh : Ketika seseorang tertarik dan ingin mendekati lawan jenis dalam menjalin sebuah hubungan, orang tersebut tentunya akan menunjukkan citra terbaiknya dan menjaga sikapnya semenarik mungkin agar dapat diterima.


sumber :


1. Ritzer, George, 2004. Teori Sosiologi. Cetakan Kelima. Kreasi Wacana Offset, Bantul.

2. disarikan dari Blog Zona 89 Al-Fatir diakses pada 20 April 2014 pada pukul 14.00 WIB http://socialmasterpice.blogspot.com/2011/03/teori-dramaturgi-goffman.html?m=1

3. diunduh dari website binusmaya diakses pada 19 April pada pukul 22.00 WIB http://binusmaya.binus.ac.id/


Jumat, 11 April 2014

Pendidikan Anak Pada Masa Wire Generation

    Wire Generation atau generasi keterhubungan adalah generasi baru yang lahir di era digital ini. Segalanya saling berkaitan dan berhubungan, yang terus menerus membuat perubahan di dunia ini. Begitu pula dengan cara mendidik anak di jaman ini sangatlah berbeda dengan cara-cara yang telah diyakini di jaman sebelumnya. Dulu saat penulis masih kecil, hampir semua kegiatan di lakukan out door yang banyak sekali manfaatnya seperti melatih kebersamaan, membangun pertemanan, memperkuat stamina karena mengeluarkan banyak keringat dan banyak lagi hal positif lainnya. Kalaupun bermain menggunakan alat elektronik sekedar tamagochi, gamebot, ataupun nintendo. Tetapi lihatlah apa yang terjadi hari ini, bahkan anak berusia 3 atau 4 tahun-pun sudah terlihat sangat mahir dalam mengaplikasikan iPad, iPod, tab, smartphone, laptop, dan banyak lagi alat elektronik lainnya. Hilang sudah canda tawa sore hari saat bermain bentengan, galasin, petak umpet, dll.
   
gambar 1. Wire Generation (Keterhubungan)


    Mendidik anak di jaman Wire Generation ini menjadi sebuah tugas yang tidak mudah, sebuah generasi yang melulu soal berkegiatan menggunakan internet. Lapangan dan taman bermain menjadi sedikit dan playground dapat ditemukan di mall. Kebanyakan anak hanya menghabiskan waktu sehari-harinya hanya di dalam rumah, banyak orangtua yang malas dan enggan menghadapi rewelnya anak yang banyak tanya ini dan itu maka anak "disogok" dengan perangkat-perangkat yang terkoneksi dengan internet tanpa mencari tahu bahayanya. Perangkat tabletlah kemudian yang menjadi tersangka dalam kasus ini. Pada kesempatan kali ini saya akan memaparkan beberapa cara dalam mendidik anak di era Wire Generation :

1. Kontrol Media

Pornografi dan simbol kekerasan beredar sangat banyak di media, baik yang secara tersirat maupun yang tersurat sekalipun. Hal ini sangatlah penting untuk diwaspadai mengingat banyaknya efek buruk yang diprediksi dapat terjadi kepada perkembangan anak bila mereka mengakses segalanya secara vulgar.

 a. Internet
21% dari hasil penelitian anak mengakses informasi melalui internet, free wifi salah satu kemudahan yang disediakan banyak sekali pihak dimana-mana. Hal ini menjadi salah satu fokus yang perlu diwaspadai oleh orangtua dalam memberikan fasilitas terhadap anak-anak mereka.

 b. Games
Sekitar 14% anak mengenal pornografi dan kekerasan melalui games, orangtua akan kesulitan dalam membedakannya mana games yang boleh dimainkan dan mana yang tidak pantas. Maka mungkin dengan ikut serta dalam permainan adalah salah satu solusi untuk mengawasi games yang kerap dimainkan oleh anak. Karena otak akan mudah sekali diracuni oleh games yang terus-menerus dimainkan yang mengandung hal buruk seperti kekerasan dan pornografi.

 c. Film/Sinetron
Banyak sekali sekarang film yang tidak mendidik sama sekali, yang mungkin memiliki nilai moral dibaliknya tetapi tidak mampu disaring oleh anak-anak di bawah usia seharusnya. Inilah mengapa di film dicanntumkan genre usia penonton, karena tidak semua film mampu diolah di otak seorang anak baik dan buruknya. Ada baiknya orangtua lebih peduli akan film yang ditonton oleh anak mereka.

 e. Komik
Untuk yang satu ini juga sangat mudah mengelabui para orangtua, karena berfikir komik adalah bacaan untuk anak-anak, tetapi bila sedikit saja orangtua peduli dengan hal ini maka akan mengetahui bahwa juga banyak sekali hal yang perlu difilterisasi di dalam bacaan seperti komik. Juga sangat dianjurkan kepada para orangtua ikut membaca apa saja yang hobi dibaca oleh anak mereka.

 f. Iklan
Di sini juga ada beberapa yang harus diperhatikan mengenai periklanan yang ada saat ini, ada beberapa iklan mengambil jalan "menjual" dengan cara yang salah seperti mempertontonkan dan mengeksploitasi wanita. Konsep ini harus pula diperhatikan karena terkadang tidak menjadi bahan pertimbangan tertentu.

2. Kontrol dan Penguasaan Teknologi

Dalam membantu menghadapi tantangan pendidikan di era digital (Wire Generation) ini yang terpenting adalah orangtua juga mampu mengikuti perkembangan teknologi yang terus berkembang, orangtua akan sangat kewalahan dalam menghadapi anak di era ini jika gagap akan teknologi dan buta pengetahuan mengenai hal tersebut, maka setidaknya belajarlah lebih banyak dalam penguasaan teknologi agar mampu mendampingi anak. Dan mengontrol apa saja yang diakses anak dalam menggali informasi di sepanjang hidupnya juga menjadi solusi yang baik, bukan kemudia menjadi over protective terhadap segala aktifitas anak melainkan menjaga pengawasan agar tetap efektif dan efisien. Seperti beberapa hal yang telah disebutkan di atas, dan terus mencari tahu konten-konten apa saja yang menjadi warning.

3. Penutup

Jadikan alat-alat elektronik dan kemajuan teknologi masa kini menjadi sebuah alat bantu untuk anak agar mampu bersaing di era yang penuh dengan kemajuan saat ini, untuk menggali pengetahuan dan menjadi survival bagi anak. Bukan justru menjadi bahan pelarian oleh orangtua yang kesulitan dalam menghadapi anak, yang hanya mencari "jalan pintas" dalam mengahapi anak. Orangtua pun harus menjadi contoh, karena apa yang anak lakukan maka orangtua-lah yang menjadi model pertama untuk ditiru. Permasalahan baru seperti kurang berkembangnya kemampuan bersosialisasi seorang anak karena terlalu banyaknya waktu sendiri bersama dunia maya, tidak disaringnya perkataan dalam berkomunikasi lewat tulisan di dunia maya karena tidak bertatap muka sehingga lebih merasa menjadi manusia super power, adanya cyber bullying yang kemudian mengakibatkan anak menjadi minder dan stress berlebih, dan mempengaruhi tingkat kedisiplinan anak yang mungkin saja rusak karena mulai kecanduan dengan aktifitas di depan layar, juga menjadi kurangnya komunikasi di dalam keluarga karena seluruh anggota keluarga sibuk dengan gadget masing-masing. Maka orangtua harus tanggap dan penuh kewaspadaan dengan banyaknya pula sisi positif atas pesatnya perkembangan teknologi hari ini.

Sumber :

Infinita Consulting. 2014. Tantangan Pendidikan Anak Di Era Globalisasi. Jakarta.